Rabu, 21 Desember 2016

Hidup Dipeluk Lautan

       Malam itu seperti biasa, kuberada di sebuah warkop langganan. Tempat yang nyaman untuk menghabiskan malam yang panjang sembari menjelajah bebas dalam dunia maya. Pukul 00.12 sebuah pesan datang kepadaku yang bermaksud untuk mengikutkanku dalam suatu kegiatan lingkungan di pulau bersama teman-teman teknik. Beberapa saat kucoba untuk memastikan bagaimana jalannya acara tersebut, dan akhirnya kukonfirmasikan bahwa esok siap untuk berangkat mewakili klub selam di kampusku.
       Diriku sedikit khawatir melihat kondisiku pada malam itu yang hingga 2.53 tubuh ini kuistirahat. Pasalnya perlu kondisi tubuh yang fit untuk melakukan aktivitas berat layaknya penyelaman. Akan tetapi, paginya kumulai mempersiapkan perbelakan untuk keberangkatan ke pulau tersebut. Hanya beberapa kain yang kubawa dan peralatan yang mungkin dibutuhkan saat di pulau, tidak perlu membawa banyak barang yang jelas-jelas akan menyusahkan membawanya jika ingin mengunjungi suatu tempat, cukuplah membawa barang-barang dasar, yang penting untuk keperluan saat di tempat tersebut.
       Beberapa jam menunggu perwakilan panitia yang menginformasikan bahwa akan menjemput kami menuju kapal yang akan berangkat ke pulau tersebut. Ada beberapa hal yang sedikit memakan waktu perjalanan menuju dermaga, sepertinya beberapa barang belum siap untuk pengangkutan, tapi mungkin ini adalah kepanitiaan pertama mereka, sebagai seseorang yang pernah mengorganisir beberapa kegiatan perihal semacam ini sering terjadi dan telah lama kumaklumi.
       Sesampainya di dermaga tersebut, tak kusangka terdapat sekitar empat kapal yang mereka sewa untuk perjalanan ke pulau, dalam pikirku melayang-layang keheranan. Perjalanan memakan waktu sekitar dua setengah jam, dengan ombak kecil yang cukup menggoyangkan kapal kekanan dan kekiri, tapi sayangnya dalam setengah perjalanan kucoba untuk meluruskan badan dilambung kapal dan selama setengah perjalanan hingga sesampainya di pulau kesadaranku berada di dunia lain.
       Sesampainya di pulau Lamputang atau masyarakat menyebut pulau tersebut "lentera", karena konon saat pulau tersebut ditemukan di tengah pulau terdapat cahaya yang menyembur keluar sehingga orang terdahulu memanggil pulau tersebut dengan sebutan "Lamputang" merupakan bahasa daerah Bugis. Orang-orang yang bermukim di pulau tersebut begitu antusias melihat banyaknya mahasiswa yang mengunjungi mereka dan melakukan kegiatan sosial di pulau tersebut. Sore harinya, kami melakukan snorkling mengitari pulau untuk mencari spot yang cocok untuk dilakukan transplantasi karang di sekitar pulau tersebut. Tetapi, sebelumnya agenda terjadwal bahwa kami perwakilan dari klub selam kampus melakukan sosialisasi pentingnya lingkungan bawah laut, dan beberapa masyarakat sangat antusias untuk membahas permasalahan yang terjadi di pulau mereka.
       Malam hari yang khas, malam yang dengan suara genset masyarakat memecah heningnya malam saat itu. Hanya beberapa rumah yang memiliki fasilitas seperti pembangkit listrik, rumah yang kami tinggali kembali hidup dengan beberapa barang elektronik yang menyajikan hiburan bagi mereka anak-anak pulau yang masih polos. Ada beberapa hal yang membuka pikiranku saat itu, anak-anak yang masih bisa tertawa lepas. Kehidupan kecil penuh warna terlepas dari kurungan barang-barang elektronik yang bisa menyelewangkan perilaku masa kecil yang suci ini. Untuk saat ini, mereka begitu bahagia dengan diri mereka dan itu merupakan sesuatu yang mahal untuk mengisi kehidupan kecil penuh warna, hingga mereka siap akan menerjang masa depan yang lebih cerah, teruslah belajar kawan-kawan kecilku.
       Malam berjalan begitu larut, saat sebagian masyarakat mulai beristirahat untuk bersiap melanjutkan kehidupan dan mencari nafkah untuk keluarga mereka. Waktu itu perbincangan diriku dengan rekan sesama penyelam melewati malam yang panjang, tiba-tiba sang pemilik rumah mematikan pembangkit listrik, kemudian ia membawa sumber penerangan yang selanjutnya kuperhatikan benda itu secara teliti, begitu mengetahuinya benda tersebut merupakan lampu led dengan baterai li-ion sehingga dapat bertahan cukup lama, menerangi malamku waktu itu. Sungguh tak boleh kita menganggap sebelah mata kehidupan orang-orang di pulau, tempat yang mungkin tak mudah bagi sebagian orang untuk melanjutkan kehidupan mereka dengan berbagai keterbatasan. Maka, apakah kita tidak akan bersyukur dengan kehidupan kita saat ini, cobalah untuk melihat kehidupan dibawah kita sebagai perbandingan hidup kita dengan orang lain, maka kita akan lebih bersyukur dengan apa yang kita miliki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar