Rabu, 02 Oktober 2019

Menggenggam Bilah Tajam



Gelisah, mungkin rasa itu yang kurasakan saat ini. Bagaimana tidak, suatu hal yang sering merisaukan hatiku terjadi lagi. Yah, ini perihal hati, telah lama kupendam untuk dapat terjatuh lagi kedalam hal semacam ini. Suatu perkara yang sering kupendam untuk seseorang yang nantinya kuanggap sebagai penambat hati disaat perjalananku telah keruh akan suasana dan menjenuhkan.


Ahh… kenapa bisa terjadi begitu cepat, seakan terjadi hanya dalam sekejap mata berkedip. Tiba-tiba saja semuanya berakhir sebelum kumencoba lebih dalam untuk mengetahuinya. Jangan lagi hal ini menjadi pelampiasan bahwa segala yang kulakukan tanpa kesadaran untuk dapat menjalin hubungan dengannya, tapi ada yang bisa kulakukan saat waktu yang kami miliki tidak begitu banyak untuk bisa menjalin hal lebih intim.

Semua mungkin berawal dari pertemuan yang bisa dikatakan suatu hal yang cukup biasa. Kala itu sekitar 4 tahun lalu merupakan waktu yang cukup lama untuk sebuah perjumpaan tanpa tau kondisi masing-masing. Yaah… kami mungkin belum dapat bercerita banyak kala itu, hanya sebuah pertemuan singkat dalam naungan organisasi yang kami masuki, dalam hal ini saya lebih dahulu dibandingkan dengan kehadirannya. Tak kupungkiri kala itu memang aku juga sempat memperhatikannya, tapi masih kusimpan untuk diriku sendiri saja dulu. Mungkin cerita dengannya terkenang disaat itu agenda organisasi yang berakhir pada suatu pagi buta, dan dia mulai gelisah untuk mencari tempat beristirahat setelahnya. Kemudian kudapati dirinya berjalan dan berhenti didepan gerbang sebuah kos, dan akhirnya ku sapa dan bertanya tentang kehadirannya disini. Tak lama kami berakhir dirumahnya, yaah akhirnya kuantarkan juga dirinya. Tak tahu mengapa hatiku berdegup kencang disaat menyusuri bersamanya, tapi masih tetap harus kuperhatikan jalan didepan untuk bisa sampai dengan selamat. Dan mungkin cerita itu merupakan perjumpaan terakhir dengannya, why???, tak lama selang itu sulit untukku bertemu dengannya, tak lagi tampak kehadiran dirinya di kegiatan organisasi. Pikirku mungkin dia tengah sibuk dengan organisasi lainnya, mungkin hanya itu yang bisa menenangkan pikiranku saat itu. Meskipun saat itu kami masih sering bertukar informasi keberadaan melalui LINE, namun hal itu tidak berlangsung lama, dan akhirnya hilang layaknya ditelan bumi.

Dan sekitar 3 tahun setelahnya, kucoba lagi untuk mencari sosok tersebut. Entah kenapa bisa terpikirkan ulang olehku akan kehadiran sosoknya yang kini mulai muncul dari kedalaman bumi. Tak sengaja kontak LINE itu muncul kembali, mungkin karena lama hilang atau tersembunyi, tak tau juga bagaimana. Kuberanikan diri untuk menyapa dan akhirnya terbalaskan juga, tak lama kami kemudian bertukar informasi kondisi saat itu, menanyakan beberapa pertanyaan yang mungkin hanya sekedar memperpanjang cerita kami. Hari demi hari terisi dengan cerita dalam pesan bersamanya, tapi pikiran lainnya kemudian bertindak untuk tidak terlarut begitu cepat lagi saat itu, aku bimbang, dan kuserahkan pada pendirian yang sudah mulai kokoh untuk tidak berlarut-larut dalam rasa itu. Kucoba untuk memberi kabar sekadarnya untuk menjaga hubungan ini tetap sehat-sehat saja. Saat itu aku mulai sibuk dengan mengerjakan tugas akhirku, dan kebetulan juga dirinya sama. Mungkin egoku bertanya apakah dapat kita bersama gedung dalam menyelesaikan studi kita, saat itu diriku telah memasuki semester 11 dan dirinya sekitar 9. Bukan tanpa sengaja saya masih betah dikampus, banyak hal yang ingin kucapai dan pelajari dalam dunia kampus yang dinamis ini, penuh dengan kesempatan dan tantangan, tapi desakan untuk segera menyelesaikan itu lebih besar.

Dan telah memasuki awal tahun baru ini, kusegerakan menyelesaikan tugas akhir tersebut. Masuk ke Februari yang memiliki hari lebih sedikit dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya, semuanya harus serba cepat, kuselesaikan seminar hasil dipertengahan bulan itu berharap waktuku cukup untuk mengejar pemberkasan ujian tutup. Tapi ada pilihan lain yang mesti kuambil, mungkin bukan takdirku juga selesai pada periode III itu. Aku terpilih sebagai salah satu tim ekspedisi yang diselenggarakan klub selam yang akan dilaksanakan pada awal bulan 3. Kegiatan tersebut memakan waktu sekitar 10 hari dan berada berbeda provinsi dengan tempatnya berada. Mungkin karena kesibukan itu, kami jarang berkabar, tapi itu juga kulakukan agar engkau dapat dengan fokus menyelesaikan urusanmu. Sekembalinya, aku mulai mempersiapkan hadiah yang cocok untuk perayaan wisuda itu, dan waktunya telah tiba kuberanikan diri untuk berangkat dan mencari keberadaannya yang telah lama kami belum berjumpa. “Terkesima” mungkin itulah yang terbesit dipikiranku saat bertemu dengannya, hanya perbincangan kecil kami saat itu, ku tak tau mau berbuat apa selanjutnya. Tapi hari itu aku cukup senang dapat berjumpa dengannya, dan hal itu yang kemudian mendorongku untuk segera menyelesaikan urusanku.

Sesekali saja aku memberikan kabar dan bertanya tentang kondisinya, meskipun terbalaskan, tetapi aku juga tidak tahu apa yang sebenarnya yang dia inginkan, yaah terus saja aku melakukan ini. Sampai akhirnya waktu penantian wisuda itu datang, seperti yang dia katakan akan datang. Sekali lagi aku merasa bahagia bisa melihatnya lagi, tapi tak lama dia pergi untuk menyapa temannya yang lain, dan aku juga tidak berharap dia tetap tinggal. Yaah... lama kami melakukan hal stagnan semacam ini, hingga akhirnya dibuka program yang dahulu telah ku ikuti. Program dibuka untuk relawan yang ingin ikut serta menambah pengalaman berinteraksi dengan mahasiswa asing dan melakukan program edukasi dan sosial. Kucoba untuk menginfokan hal ini kepadanya, dan dirinyapun telah mengetahui dan mendaftarkan diri. Akupun berharap dia dapat lulus seleksi program ini, agar ada waktu yang lebih untukku dapat mengetahui dirinya lebih dalam.

Mulailah kami sering bertemu dalam rangka rapat atau pertemuan dengan anggota lainnya, kucoba untuk menjalin kedekatan lebih dengannya. Seminggu lebih kami beraktivitas bersama, kulakukan apa yang bisa kulakukan saat itu untuk menjaga dirinya dan teman-teman lainnya. Saat itu akumenjadi penanggung jawab kegiatan yang dilaksanakan di pulau. Sepertinya saat itu aku mulai lengah, tindakanku kebablasan dan ditanggapi lebih olehnya. Aahhh... sepertinya aku mulai jatuh, tetapi aku mencoba tetap bertahan dengan prinsipku. Meskipun tanda-tandanya mulai jelas, masih kutunda untuk bertindak lebih jauh.

Ya... kami akhirnya kembali menuju kota besar, hari terakhir program itu sungguh menguras tenaga dan pikiran serta hati. Adanya bisikan-bisikan yang mendorongku untuk menyegerakan, tapi masih aku tahan atas dasar prinsip yang kucoba pegang. Malam itu kedengar kepulangan dirinya diantar oleh seseorang, aku pikir mungkin cuma teman yang bersedia mengantar. Tapi bisikan-bisikan itu mulai menggangguku, aahhh... andai bisa kubungkam bisikan itu, aku tutup rapat hingga tak terdengar lagi olehku. Malam itu aku mencoba menghubunginya berkali-kali sekedar mengetahui keberadaan dirinya sekarang, lama... dan tak diangkat. Saat itu perasaan ini mulai bergejolak dan tangan ini mencoba untuk menggenggam sekuat tenaga, tak ingin lepas apa yang telah kuusahakan.

Setelah beberapa kali dan akhirnya masuk juga, terdengar suara dirinya. Sepertinya dia telah sampai dengan selamat malam itu, kemudian aku mencoba untuk menceritakan maksud dan tujuanku menelpon malam itu. Pembicaraan kami sangat alot, tak satupun dari kami yang ingin menceritakan yang sebenarnya. Karena keadaan kusampaikan untuk menahan pembicaraan ini hingga aku sampai dihotel nantinya. Selama perjalanan pikiranku berkecamuk, apa langkah selanjutnya yang harus kuambil jika terjadi kemungkinan terbaik dan terburuk itu.

Waktu telah menunjukkan tengah malam, kumencoba untuk sekali lagi menghubunginya. Dan kemudian kami melanjutkan perbincangan kami. Lama kami saling bercakap ada kalanya kami terdiam, ada kalanya salah satu diantara kami menceritakan kisah kami yang belum kami ungkapkan. Aahh... sepertinya aku tenggelam, tenggelam sangat dalam. Jika saja ini dalam situasi tenggelam dalam lautan, bisa saja aku berusaha sekuat tenaga menggunakan kaki dan tanganku untuk kembali kepermukaan untuk menyelamatkan diri, tapi kondisi ini sangat berbeda. Aku tenggelam dalam perasaan yang sungguh rumit untuk bisa selamat, aku berada dalam posisi yang terikat pemberat dalam kedalaman hingga bergerak dan bernafaspun sulit. Ia kemudian memberikanku pilihan untuk menunggu hal yang tidak pasti, tidak pasti akan terpilih dan tidak pasti sampai kapan harus menunggu. Kepalaku terasa sakit, pusing memikirkan pilihan apa yang terbaik untuk kupilih, disisi lain aku telah mengukirnya dalam hatiku yang selanjutnya akan bersemanyam sebagai satu-satunya.

Lama aku memikirkan semua kemungkinan yang bisa kuambil, akan tetapi jika terus berlarut-larut hingga matahari memunculkan diri. Diriku merasa kasihan, semuanya perlu istirahat untuk dapat beraktivitas esok harinya. Meskipun berat, sungguh sangat berat melepaskan apa yang telah erat ku genggam. Marah... sudah pasti, sakit... juga sudah pasti, kecewa... aahh... mengapa ini harus terjadi. Yaah harus kulepas, semakin ku genggam maka akan semakin sakit yang kurasa. Layaknya menggenggam bilah pisau, jika tak dilepas maka akan semakin perih dan dalam sayatan yang terasa, dan jika dilepaspun kucuran darah akan semakin deras. Harapanku semoga engkau dapat bahagia dengan pilihan yang engkau pilih, dan jika bersama seseorang itu adalah yang kau pilih silahkan. Aku tidak meminta lebih dari perasaanku yang seperti 4 tahun lalu, sekarang kini semuanya harus ku mulai dari awal lagi. Meskipun sulit, tapi akan kucari jalannya.

Dan kini mengapa semua itu semakin tambah sulit untukku melupakan, mengapa kau sulit sekali dilupakan? Mengapa engkau selalu saja terbesit dipikiran? Mengapa engkau selalu terkenang dalam bayang-bayang? Apa mungkin aku belum bisa melepaskan? Kulihat tanganku tak menggenggam lagi, tapi mengapa masih mengucur darah itu. Satu yang kupinta, tolong selamatkan perasaan ini. Tolong berikan jawaban yang sesungguhnya yang engkau inginkan, malam itu mungkin sudah terlalu larut untuk berpikir jernih dan mencari solusi yang terbaik diantara masalah ini. Aku tidak berbelas kasih terhadap perasaan ini, akan tetapi aku sendiri yang harus menyelamatkannya dari segala hal yang akan kembali merenggutnya. Jika saja ada jalan yang memang engkau berikan saat itu, menyerah bukanlah pilihan bagiku. Jujur saja, aku merupakan tipe orang yang akan berubah sangat berambisi jika telah benar-benar mengingikan sesuatu, tak akan berhenti hingga hal tersebut kudapatkan, entah bagaimanapun caranya. Memang terdengar egois tapi itu merupakan sebuah perjuangan, dan jika engkau melihat cara berjuangku salah, tolong perlihatkan sesuatu yang benar itu.

Ingin sekali aku kembali menjadi sosok yang tak selalu memakai perasaan seperti saat ini. Semua berjalan biasa terhadap pandangan orang lain, tak perlu cemas dengan perasaan orang lain, tak perlu terbebani dengan sikap orang lain. Semuanya harus kembali, dan mungkin waktu memiliki jawaban dari semua itu. Engkau harus dihapus, engkau harus menghilang dari setiap sambungan neuron otakku. Aku tidak tau, butuh berapa lama untuk dapat dengan tenang dan ikhlas melepasmu, hingga aku dapat menggenggam kembali, apakah itu termasuk hitungan detik dari setiap milyaran sambungan neuron itu.

Aahh... cinta memang barang yang sangat berbahaya, setiap tetesnya mampu membuat orang melayang dalam fana tiada ujung dan juga mampu membuat orang kecanduan hingga dapat melukai dirinya sendiri. Seharusnya benda ini terlarang untuk disebarluaskan, dan salah satu solusi yang menurutku dapat mengontrol benda ini adalah ikatan suci yang direstui oleh kedua wali. Semuanya akan menjadi lebih baik, tiada lain tujuan dari rasa itu kecuali untuk menggapai hal semacam ini. Bertanya tentang keseriusan? Akan kujawab dengan hal ini, bukan dengan hubungan yang sembunyi-sembunyi dibalik punggung wali dan hanya mendapat pengakuan antara kedua belah pihak. Itu terlalu main-main, dan aku tidak memiliki waktu untuk hal semacam itu, toh sudah jelas terlarang. Apa mungkin engkau memiliki pemikiran lain, yaah itu tergantung lagi dengan keputusan yang engkau ambil.(end)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar