Cerita lanjutan dari seri Winter Story "A Journey of Season", So let's check this out, guys!
Malam
ini aku menginap di hunian sensei, dan setiap kali berada di Jepang kebiasaan
untuk mandi pada malam hari orang Jepang pun ikut aku lakukan, mungkin karena tidak sempat
melakukannya pada pagi hari, akan tetapi mandi pada malam hari cukup bisa
melepaskan penat dan rasa lelah setelah berkegiataan selama seharian. Malam ini
aku tidur memakai ‘futon’ yang merupakan kasur dan selimut yang biasa dipakai orang Jepang. Aku
sempatkan juga untuk menonton beberapa saluran di tv, dan coba tebak! semua
saluran berbahasa Jepang, hehe. Kemudian muncul ide untuk mencari saluran
(Wakuwaku Japan) yang sering aku tonton waktu di rumah, dan kemudian aku cari saluran
tersebut dan tidak berhasil kutemukan. Akhirnya aku bertanya ke sensei soal ini,
dan sensei mengatakan saluran tersebut merupakan saluran khusus untuk
penayangan diluar Jepang, pantas saja tak dapat kutemukan saluran tersebut di
dalam area Jepang. Akhirnya salah satu rasa penasaranku terjawab juga.
Hari
kedua, merupakan jadwal kami untuk mengunjungi salah satu museum yang terkenal
di Kobe yakni Disaster Reduction and Human Renovation Institut atau dapat disebut juga dengan The Great Hanshin-Awaji Earthquake Memorial. Bisa kunjungi situsnya di sini!
Pada tanggal 17 Januari tahun 1995 pukul 5:46 pagi, terjadi gempa dengan sekala 7,6 SR di bagian Utara kota Awajishima Prefektur Hyogo menyebabkan area sekitar pusat gempa mengalami kerusakan yang parah hingga memakan korban lebih dari 6.400 nyawa. Maka dibangunlah museum tersebut sebagai memoriam dan menyebarkan informasi penting dalam pencegahan dan pengurangan bencana. Kami mengunjungi museum tersebut tepat pada tanggal 17 sehingga gratis biaya masuk museum tersebut. Terdapat 4 lantai pada bangunan pertama dan 3 lantai pada bangunan kedua yang keduanya dihubungkan oleh jembatan yang berada dilantai 2. Pertama kami menuju lantai 4 untuk menonton pemutaran simulasi gempa bumi dalam teater, meskipun hanya reka ulang, setiap kejadian dibuat seolah penonton dapat merasakan kejadian aslinya. Selanjutnya, kami turun lantai 3 ruangan Memorial Bencana Gempa Bumi untuk melihat peninggalan kenangan dan material-material yang berkaitan dengan gempa tersebut.
Museum statue |
Pada tanggal 17 Januari tahun 1995 pukul 5:46 pagi, terjadi gempa dengan sekala 7,6 SR di bagian Utara kota Awajishima Prefektur Hyogo menyebabkan area sekitar pusat gempa mengalami kerusakan yang parah hingga memakan korban lebih dari 6.400 nyawa. Maka dibangunlah museum tersebut sebagai memoriam dan menyebarkan informasi penting dalam pencegahan dan pengurangan bencana. Kami mengunjungi museum tersebut tepat pada tanggal 17 sehingga gratis biaya masuk museum tersebut. Terdapat 4 lantai pada bangunan pertama dan 3 lantai pada bangunan kedua yang keduanya dihubungkan oleh jembatan yang berada dilantai 2. Pertama kami menuju lantai 4 untuk menonton pemutaran simulasi gempa bumi dalam teater, meskipun hanya reka ulang, setiap kejadian dibuat seolah penonton dapat merasakan kejadian aslinya. Selanjutnya, kami turun lantai 3 ruangan Memorial Bencana Gempa Bumi untuk melihat peninggalan kenangan dan material-material yang berkaitan dengan gempa tersebut.
Selanjutnya, turun ke lantai 2 yang merupakan ruangan Praktik Pencegahan dan Pengurangan Bencana terdapat berbagai macam informasi mengenai pencegahan bencana, workshop, persiapan barang-barang untuk pengurangan bencana, dll. Kemudian, lanjut ke gedung kedua dimana informasi yang diberikan berupa pemulihan pasca gempa dan belajar mengenai pengurangan bencana. Museum ini mengajarkan tentang sejarah dan bagaimana cara untuk melakukan pencegahan serta pengurangan bencana, kita dapat belajar banyak dengan mengunjungi tempat-tempat yang memiliki sejarah yang kuat pada suatu daerah dan Jepang merupakan tempat yang tepat untuk itu.
Hari
ini bertepatan dengan hari Jumat, sehingga kami bergegas menuju masjid Kobe
yang terletak tidak jauh dari lokasi museum tersebut, hanya berjalan kaki
sekitar 10 menit untuk mencapai masjid Kobe. Hendak memasuki masjid, kami
disambut oleh pengurus masjid yang dimana masjid tersebut bersampingan dengan
hotel. Ini merupakan pengalaman keduaku untuk dapat merasakan sholat Jumat di
Jepang, suatu pengalaman yang sangat menarik dengan suasana yang
berbeda.
Setelah jumatan kami diajak teman-teman Jepang untuk menyaksikan
peringatan tragedi 17 Januari yang diselenggarakan oleh relawan, di sana kami
mendapati bambu-bambu yang disusun rapi membentuk angka 1 7 1 dari ketinggian.
Disetiap bambu tersebut terdapat tulisan Kanji yang berisi doa-doa dan harapan
kepada orang yang telah mendahului. Orang-orang begitu antusias untuk
menyalakan lilin yang tedapat di bambu tersebut. Mengapa menyalakan lilin? Itu karena untuk setiap harapan tersebut dapat terus menyala dan tidak pernah padam dalam hati setiap manusia. Begitu ramai acara tersebut dikunjungi oleh turis, akan tetapi juga terlihat keluarga korban gempa yang datang untuk mendoakan keluarganya yang menjadi
tragedi tersebut. Dalam pandanganku tradisi seperti ini merupakan bentuk penghormatan dan
doa untuk orang yang telah tiada, dan juga sebagai bentuk kenangan dan
pengingat kepada orang yang telah mendahului kita. Terkadang dengan memperingati atau mengingat tentang sesuatu hal, kita bisa mendapatkan pelajaran yang tak tersirat, maka penting untuk dapat berdamai dengan setiap permasalahan yang tengah kita dapatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar