Gelisah, mungkin rasa itu
yang kurasakan saat ini. Bagaimana tidak, suatu hal yang sering merisaukan
hatiku terjadi lagi. Yah, ini perihal hati, telah lama kupendam untuk dapat
terjatuh lagi kedalam hal semacam ini. Suatu perkara yang sering kupendam untuk
seseorang yang nantinya kuanggap sebagai penambat hati disaat perjalananku
telah keruh akan suasana dan menjenuhkan.
Ahh… kenapa bisa terjadi
begitu cepat, seakan terjadi hanya dalam sekejap mata berkedip. Tiba-tiba saja
semuanya berakhir sebelum kumencoba lebih dalam untuk mengetahuinya. Jangan lagi
hal ini menjadi pelampiasan bahwa segala yang kulakukan tanpa kesadaran untuk
dapat menjalin hubungan dengannya, tapi ada yang bisa kulakukan saat waktu yang
kami miliki tidak begitu banyak untuk bisa menjalin hal lebih intim.
Semua mungkin berawal dari
pertemuan yang bisa dikatakan suatu hal yang cukup biasa. Kala itu sekitar 4
tahun lalu merupakan waktu yang cukup lama untuk sebuah perjumpaan tanpa tau
kondisi masing-masing. Yaah… kami mungkin belum dapat bercerita banyak kala
itu, hanya sebuah pertemuan singkat dalam naungan organisasi yang kami masuki,
dalam hal ini saya lebih dahulu dibandingkan dengan kehadirannya. Tak kupungkiri
kala itu memang aku juga sempat memperhatikannya, tapi masih kusimpan untuk
diriku sendiri saja dulu. Mungkin cerita dengannya terkenang disaat itu agenda
organisasi yang berakhir pada suatu pagi buta, dan dia mulai gelisah untuk
mencari tempat beristirahat setelahnya. Kemudian kudapati dirinya berjalan dan
berhenti didepan gerbang sebuah kos, dan akhirnya ku sapa dan bertanya tentang
kehadirannya disini. Tak lama kami berakhir dirumahnya, yaah akhirnya
kuantarkan juga dirinya. Tak tahu mengapa hatiku berdegup kencang disaat menyusuri
bersamanya, tapi masih tetap harus kuperhatikan jalan didepan untuk bisa sampai
dengan selamat. Dan mungkin cerita itu merupakan perjumpaan terakhir dengannya,
why???, tak lama selang itu sulit untukku bertemu dengannya, tak lagi tampak
kehadiran dirinya di kegiatan organisasi. Pikirku mungkin dia tengah sibuk dengan
organisasi lainnya, mungkin hanya itu yang bisa menenangkan pikiranku saat itu.
Meskipun saat itu kami masih sering bertukar informasi keberadaan melalui LINE,
namun hal itu tidak berlangsung lama, dan akhirnya hilang layaknya ditelan
bumi.
Dan sekitar 3 tahun
setelahnya, kucoba lagi untuk mencari sosok tersebut. Entah kenapa bisa
terpikirkan ulang olehku akan kehadiran sosoknya yang kini mulai muncul dari
kedalaman bumi. Tak sengaja kontak LINE itu muncul kembali, mungkin karena lama
hilang atau tersembunyi, tak tau juga bagaimana. Kuberanikan diri untuk menyapa
dan akhirnya terbalaskan juga, tak lama kami kemudian bertukar informasi
kondisi saat itu, menanyakan beberapa pertanyaan yang mungkin hanya sekedar
memperpanjang cerita kami. Hari demi hari terisi dengan cerita dalam pesan
bersamanya, tapi pikiran lainnya kemudian bertindak untuk tidak terlarut begitu
cepat lagi saat itu, aku bimbang, dan kuserahkan pada pendirian yang sudah
mulai kokoh untuk tidak berlarut-larut dalam rasa itu. Kucoba untuk memberi
kabar sekadarnya untuk menjaga hubungan ini tetap sehat-sehat saja. Saat itu
aku mulai sibuk dengan mengerjakan tugas akhirku, dan kebetulan juga dirinya
sama. Mungkin egoku bertanya apakah dapat kita bersama gedung dalam
menyelesaikan studi kita, saat itu diriku telah memasuki semester 11 dan
dirinya sekitar 9. Bukan tanpa sengaja saya masih betah dikampus, banyak hal
yang ingin kucapai dan pelajari dalam dunia kampus yang dinamis ini, penuh
dengan kesempatan dan tantangan, tapi desakan untuk segera menyelesaikan itu
lebih besar.
Dan telah memasuki awal
tahun baru ini, kusegerakan menyelesaikan tugas akhir tersebut. Masuk ke
Februari yang memiliki hari lebih sedikit dibandingkan dengan bulan-bulan
lainnya, semuanya harus serba cepat, kuselesaikan seminar hasil dipertengahan
bulan itu berharap waktuku cukup untuk mengejar pemberkasan ujian tutup. Tapi ada
pilihan lain yang mesti kuambil, mungkin bukan takdirku juga selesai pada
periode III itu. Aku terpilih sebagai salah satu tim ekspedisi yang
diselenggarakan klub selam yang akan dilaksanakan pada awal bulan 3. Kegiatan tersebut
memakan waktu sekitar 10 hari dan berada berbeda provinsi dengan tempatnya
berada. Mungkin karena kesibukan itu, kami jarang berkabar, tapi itu juga
kulakukan agar engkau dapat dengan fokus menyelesaikan urusanmu. Sekembalinya,
aku mulai mempersiapkan hadiah yang cocok untuk perayaan wisuda itu, dan
waktunya telah tiba kuberanikan diri untuk berangkat dan mencari keberadaannya
yang telah lama kami belum berjumpa. “Terkesima” mungkin itulah yang terbesit
dipikiranku saat bertemu dengannya, hanya perbincangan kecil kami saat itu, ku tak
tau mau berbuat apa selanjutnya. Tapi hari itu aku cukup senang dapat berjumpa
dengannya, dan hal itu yang kemudian mendorongku untuk segera menyelesaikan
urusanku.
Sesekali saja aku memberikan
kabar dan bertanya tentang kondisinya, meskipun terbalaskan, tetapi aku juga tidak tahu apa yang sebenarnya yang dia inginkan, yaah terus saja aku melakukan ini. Sampai
akhirnya waktu penantian wisuda itu datang, seperti yang dia katakan akan datang.
Sekali lagi aku merasa bahagia bisa
melihatnya lagi, tapi tak lama dia pergi untuk menyapa temannya yang lain, dan aku
juga tidak berharap dia tetap tinggal. Yaah... lama kami melakukan hal stagnan
semacam ini, hingga akhirnya dibuka program yang dahulu telah ku ikuti. Program dibuka untuk relawan yang ingin ikut serta menambah pengalaman berinteraksi
dengan mahasiswa asing dan melakukan program edukasi dan sosial. Kucoba untuk
menginfokan hal ini kepadanya, dan dirinyapun telah mengetahui dan mendaftarkan
diri. Akupun berharap dia dapat lulus seleksi program ini, agar ada waktu yang
lebih untukku dapat mengetahui dirinya lebih dalam.
Mulailah kami sering bertemu dalam rangka rapat atau pertemuan dengan
anggota lainnya, kucoba untuk menjalin kedekatan lebih dengannya. Seminggu lebih
kami beraktivitas bersama, kulakukan apa yang bisa kulakukan saat itu untuk
menjaga dirinya dan teman-teman lainnya. Saat itu akumenjadi penanggung jawab
kegiatan yang dilaksanakan di pulau. Sepertinya saat itu aku mulai lengah,
tindakanku kebablasan dan ditanggapi lebih olehnya. Aahhh... sepertinya aku
mulai jatuh, tetapi aku mencoba tetap bertahan dengan prinsipku. Meskipun tanda-tandanya
mulai jelas, masih kutunda untuk bertindak lebih jauh.
Ya... kami akhirnya kembali menuju kota besar, hari terakhir program itu
sungguh menguras tenaga dan pikiran serta hati. Adanya bisikan-bisikan yang
mendorongku untuk menyegerakan, tapi masih aku tahan atas dasar prinsip yang
kucoba pegang. Malam itu kedengar kepulangan dirinya diantar oleh seseorang,
aku pikir mungkin cuma teman yang bersedia mengantar. Tapi bisikan-bisikan itu
mulai menggangguku, aahhh... andai bisa kubungkam bisikan itu, aku tutup rapat
hingga tak terdengar lagi olehku. Malam itu aku mencoba menghubunginya
berkali-kali sekedar mengetahui keberadaan dirinya sekarang, lama... dan tak
diangkat. Saat itu perasaan ini mulai bergejolak dan tangan ini mencoba untuk
menggenggam sekuat tenaga, tak ingin lepas apa yang telah kuusahakan.
Setelah beberapa kali dan akhirnya masuk juga, terdengar suara dirinya. Sepertinya
dia telah sampai dengan selamat malam itu, kemudian aku mencoba untuk
menceritakan maksud dan tujuanku menelpon malam itu. Pembicaraan kami sangat
alot, tak satupun dari kami yang ingin menceritakan yang sebenarnya. Karena keadaan
kusampaikan untuk menahan pembicaraan ini hingga aku sampai dihotel nantinya. Selama
perjalanan pikiranku berkecamuk, apa langkah selanjutnya yang harus kuambil
jika terjadi kemungkinan terbaik dan terburuk itu.
Waktu telah menunjukkan tengah malam, kumencoba untuk sekali lagi
menghubunginya. Dan kemudian kami melanjutkan perbincangan kami. Lama kami
saling bercakap ada kalanya kami terdiam, ada kalanya salah satu diantara kami
menceritakan kisah kami yang belum kami ungkapkan. Aahh... sepertinya aku
tenggelam, tenggelam sangat dalam. Jika saja ini dalam situasi tenggelam dalam
lautan, bisa saja aku berusaha sekuat tenaga menggunakan kaki dan tanganku
untuk kembali kepermukaan untuk menyelamatkan diri, tapi kondisi ini sangat
berbeda. Aku tenggelam dalam perasaan yang sungguh rumit untuk bisa selamat,
aku berada dalam posisi yang terikat pemberat dalam kedalaman hingga bergerak
dan bernafaspun sulit. Ia kemudian memberikanku pilihan untuk menunggu hal yang
tidak pasti, tidak pasti akan terpilih dan tidak pasti sampai kapan harus
menunggu. Kepalaku terasa sakit, pusing memikirkan pilihan apa yang terbaik
untuk kupilih, disisi lain aku telah mengukirnya dalam hatiku yang selanjutnya
akan bersemanyam sebagai satu-satunya.
Lama aku memikirkan semua kemungkinan yang bisa kuambil, akan tetapi jika
terus berlarut-larut hingga matahari memunculkan diri. Diriku merasa kasihan,
semuanya perlu istirahat untuk dapat beraktivitas esok harinya. Meskipun berat,
sungguh sangat berat melepaskan apa yang telah erat ku genggam. Marah... sudah
pasti, sakit... juga sudah pasti, kecewa... aahh... mengapa ini harus terjadi. Yaah
harus kulepas, semakin ku genggam maka akan semakin sakit yang kurasa. Layaknya
menggenggam bilah pisau, jika tak dilepas maka akan semakin perih dan dalam
sayatan yang terasa, dan jika dilepaspun kucuran darah akan semakin deras. Harapanku
semoga engkau dapat bahagia dengan pilihan yang engkau pilih, dan jika bersama
seseorang itu adalah yang kau pilih silahkan. Aku tidak meminta lebih dari
perasaanku yang seperti 4 tahun lalu, sekarang kini semuanya harus ku mulai
dari awal lagi. Meskipun sulit, tapi akan kucari jalannya.
Dan kini mengapa semua itu semakin tambah sulit untukku melupakan, mengapa
kau sulit sekali dilupakan? Mengapa engkau selalu saja terbesit dipikiran? Mengapa
engkau selalu terkenang dalam bayang-bayang? Apa mungkin aku belum bisa
melepaskan? Kulihat tanganku tak menggenggam lagi, tapi mengapa masih mengucur
darah itu. Satu yang kupinta, tolong selamatkan perasaan ini. Tolong berikan
jawaban yang sesungguhnya yang engkau inginkan, malam itu mungkin sudah terlalu larut
untuk berpikir jernih dan mencari solusi yang terbaik diantara masalah ini. Aku
tidak berbelas kasih terhadap perasaan ini, akan tetapi aku sendiri yang harus
menyelamatkannya dari segala hal yang akan kembali merenggutnya. Jika saja ada
jalan yang memang engkau berikan saat itu, menyerah bukanlah pilihan bagiku. Jujur
saja, aku merupakan tipe orang yang akan berubah sangat berambisi jika telah
benar-benar mengingikan sesuatu, tak akan berhenti hingga hal tersebut
kudapatkan, entah bagaimanapun caranya. Memang terdengar egois tapi itu
merupakan sebuah perjuangan, dan jika engkau melihat cara berjuangku salah,
tolong perlihatkan sesuatu yang benar itu.
Ingin sekali aku kembali menjadi sosok yang tak selalu memakai perasaan
seperti saat ini. Semua berjalan biasa terhadap pandangan orang lain, tak perlu
cemas dengan perasaan orang lain, tak perlu terbebani dengan sikap orang lain. Semuanya
harus kembali, dan mungkin waktu memiliki jawaban dari semua itu. Engkau harus
dihapus, engkau harus menghilang dari setiap sambungan neuron otakku. Aku tidak
tau, butuh berapa lama untuk dapat dengan tenang dan ikhlas melepasmu, hingga
aku dapat menggenggam kembali, apakah itu termasuk hitungan detik dari setiap milyaran
sambungan neuron itu.
Aahh... cinta memang barang yang sangat berbahaya, setiap tetesnya mampu
membuat orang melayang dalam fana tiada ujung dan juga mampu membuat orang
kecanduan hingga dapat melukai dirinya sendiri. Seharusnya benda ini terlarang
untuk disebarluaskan, dan salah satu solusi yang menurutku dapat mengontrol
benda ini adalah ikatan suci yang direstui oleh kedua wali. Semuanya akan
menjadi lebih baik, tiada lain tujuan dari rasa itu kecuali untuk menggapai hal
semacam ini. Bertanya tentang keseriusan? Akan kujawab dengan hal ini, bukan
dengan hubungan yang sembunyi-sembunyi dibalik punggung wali dan hanya mendapat
pengakuan antara kedua belah pihak. Itu terlalu main-main, dan aku tidak
memiliki waktu untuk hal semacam itu, toh sudah jelas terlarang. Apa mungkin
engkau memiliki pemikiran lain, yaah itu tergantung lagi dengan keputusan yang engkau ambil.(end)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar